Judul Buku : Tuhan Maha Romantis
Pengarang : Azhar Nurun Ala
Penerbit : Lampu Djalan
Hatiku, untuk Kesekian Kalinya Tertawan
Ada
yang beku : bibir
Ada
yang tertahan : nafsu
Ada
yang tak berkedip : kelopak mata
Ada
yang berdegup kencang : jantung
Ada
yang berdesir deras : darah
Ada
yang tertawan : hati
Ada
yang berhenti berputar : bumi
Ada
yang berhembus pelan : angin
Ada
yang hening berbisik : rerumputan
Ada
yang jatuh cinta padamu : aku
“Kita mencintai seseorang karena kita memilih untuk mencintainya.
Rasa yang indah ini memang anugerah Allah, tapi diri kita sendirilah yang
memegang kontrol penuh atas perasaan yang membuncah dalam dada ini. Diri kita
sendirilah yang bertanggung jawab atas hati yang berbunga-bunga setiap bangun
pagi ini.
Inilah yang bapak
bilang cinta yang dewasa. Ketika cinta ada di atas kesadaran. Bukan ‘aku
mencintainya karena dia bla bla bla’, melainkan ‘aku mencintainya karena aku memilih untuk mencintainya. Aku percaya
bahwa bersamaku dia akan bla bla bla…’. Ini cinta yang menumbuhkan. Meski tentu
saja tak akan pernah semurni cinta orang tua pada anaknya yang tiada
bandingannya.”
-Rijal Rafsanjani
“Pernah denger
cerita tentang katak yang berlomba-lomba manjat menara? Sepanjang mereka
memanjat mereka diteriaki kalimat-kalimat negatif ‘sudahlah kamu gak mungkin
bisa, itu tinggi sekali’ atau ‘kamu cuma katak, kamu gak akan bisa manjat
sampai atas’, sampai akhirnya banyak yang menyerah dan turun lagi hingga
tersisa satu yang sampai puncak. Apa yang membedakan katak yang sampai ke
puncak dengan katak-katak lain yang ‘berjatuhan’? Secara fisik tidak jauh beda
dan semua dari spesies yang sama. Tapi kenapa katak itu bisa sampai puncak?
Katak itu tuli.
Rijal, kadang kita perlu menjadi tuli. Kadang
kita perlu mengabaikan kalimat-kalimat negatif yang menghampiri kita, bahkan
ketika teriakan itu diucapkan oleh diri kita sendiri. Sebagian suara barangkali
ada untuk kita dengar, sisanya ada untuk kita abaikan. “
-Annisa Larasaty
Ekspresi
keimanan seorang awam terhadap Tuhan-nya yang telah menulis jalan cerita yang
baik bagi siapa saja—selama kita ikuti pedoman-Nya tentu.
Diwarnai dengan perenungan, pencarian, dan perjuangan seorang Rijal Rafsanjani
yang jatuh cinta setengah mati pada seorang Annisa Larasaty, sementara ia punya
satu prinsip untuk menjaga cintanya agar tetap mulia. Tapi itulah cinta, ia
kata kerja, bukan kata benda. Ia adalah perbuatan, adalah perjuangan.
“Kamu ingin tahu bagaimana rasanya
seketika lupa cara bicara? Jadilah aku, lalu temui dirimu. Esok, lusa, atau
kapanpun kamu bersedia. Maka kamu akan merasakan getar-getar itu : gempa bumi
pribadi yang membuat jiwamu seolah luluh tanpa daya”
Bumi lantas berhenti. Angin berhembus lebih pelan.
Hatiku, untuk kesekian kalinya tertawan.
Duhai cinta, sadarkah kau? Hadirmu telah mengundang
mendung di langit hati, yang kemudian turun menjadi hujan cinta
Mencintai itu, bukan cuma soal rasa suka atau
ketertarikan. Bukan Cuma soal kekaguman. Lebih dari itu, mencintai itu sebuah
keputusan. Keputusan besar.
Apapun yang terjadi nanti, aku serahkan padaMu ya Allah.
Aku lemah dan Engkau Maha Kuat. Aku bodoh dan Engkau Maha Tahu. Aku buta dan
Engkau Maha Melihat. Dan Engkau Maha Pemberi petunjuk, maka tunjukkanlah mana
yang baik bagiku.
Hari ini, entah bagaimana caranya aku merasa kita begitu
dimanja takdir. Kita berjumpa, saling jatuh cinta, terpisah, untuk kemudian
dipertemukan kembali dalam momen yang sama sekali tak kita duga. Dalam situasi
yang sama sekali tidak kita terka.
Kini
semua tlah usai, jarak telah luruh. Rindu telah kita sulap jadi temu. Tuhan
Maha Romantis. Ia tuliskan kisah fantastis. Menyatukan gambar kita dalam
bingkai yang apa adanya.
Jatuh cinta kepada lawan jenis
adalah fitrah. Sangat wajar. Dapatlah kita katakan setiap orang itu jatuh
cinta. Ada yang menjadi kuat karenanya, ada yang terperdaya. Siapa mereka yang
menjadi kuat? Mereka yang mampu mengelola cintanya. Mereka yang tahu apa yang
harus mereka lakukan terhadap energi berlebih pada dirinya yang hadir karena
cinta itu. Siapa mereka yang terperdaya? Mereka yang membutakan pandangannya
dan lupa pada Yang Menciptakan cinta. Bagaimana mengelola cinta? Rasul juga
ajarkan ini. Bagi yang sudah mampu, terutama secara fisik dan mental, juga
barangkali materi untuk menafkahi, ada institusi untuk mengelola cinta bernama
pernikahan. “Tidak ada yang lebih layak, sabda
Rasulullah, bagi dua orang yang saling
mencintai kecuali pernikahan”. Kalau kamu siap, kamu bisa saja lamar dia,
kemudian menikah dengannya. Harun Al-Rasyid, menikah di umur lima belas tahun.
Umur dua puluh dia sudah jadi khalifah. Umur tak selalu menunjukkan kematangan
seseorang, usia boleh muda tapi secara mental kita harus dewasa. Jika sekiranya
masih belum siap, kamu bisa lakukan alternatif yang diajarkan Rasul, berpuasa
saja sebab itu bisa menjaga pandangan kita. Islam tegas kan?
Allah punya jalan cinta untuk semua
manusia, yang sering kali kita abaikan hanya karena kita melihat jalan yang
lebih landai, padahal ia menjerumuskan. Allah punya jalan cinta untuk
orang-orang yang berpasrah, mereka yang percaya bahwa hanya ajaranNya lah software terbaik bagi hardware bernama manusia. Tak ada jalan
yang lebih indah dan berkah selain jalanNya. Sayang, sebagian besar kita
(mem)buta(kan diri) sehingga tak melihat jalan itu. Atau melihat, tapi terlalu
angkuh untuk menapakinya
terima kasih telah berbagi info.....
BalasHapusinfonya sangat bermamfaat.....
salam kenal dan salam sukses......
sep dah mantap
BalasHapus