Pages

Selasa, 07 April 2015

Tuhan Maha Romantis


Judul Buku  : Tuhan Maha Romantis
Pengarang : Azhar Nurun Ala
Penerbit : Lampu Djalan


Hatiku, untuk Kesekian Kalinya Tertawan

Ada yang beku : bibir
Ada yang tertahan : nafsu
Ada yang tak berkedip : kelopak mata
Ada yang berdegup kencang : jantung
Ada yang berdesir deras : darah
Ada yang tertawan : hati
Ada yang berhenti berputar : bumi
Ada yang berhembus pelan : angin
Ada yang hening berbisik : rerumputan
Ada yang jatuh cinta padamu : aku

            “Kita mencintai seseorang karena kita memilih untuk mencintainya. Rasa yang indah ini memang anugerah Allah, tapi diri kita sendirilah yang memegang kontrol penuh atas perasaan yang membuncah dalam dada ini. Diri kita sendirilah yang bertanggung jawab atas hati yang berbunga-bunga setiap bangun pagi ini.
            Inilah yang bapak bilang cinta yang dewasa. Ketika cinta ada di atas kesadaran. Bukan ‘aku mencintainya karena dia bla bla bla’, melainkan ‘aku mencintainya karena aku memilih untuk mencintainya. Aku percaya bahwa bersamaku dia akan bla bla bla…’. Ini cinta yang menumbuhkan. Meski tentu saja tak akan pernah semurni cinta orang tua pada anaknya yang tiada bandingannya.”
-Rijal Rafsanjani
            “Pernah denger cerita tentang katak yang berlomba-lomba manjat menara? Sepanjang mereka memanjat mereka diteriaki kalimat-kalimat negatif ‘sudahlah kamu gak mungkin bisa, itu tinggi sekali’ atau ‘kamu cuma katak, kamu gak akan bisa manjat sampai atas’, sampai akhirnya banyak yang menyerah dan turun lagi hingga tersisa satu yang sampai puncak. Apa yang membedakan katak yang sampai ke puncak dengan katak-katak lain yang ‘berjatuhan’? Secara fisik tidak jauh beda dan semua dari spesies yang sama. Tapi kenapa katak itu bisa sampai puncak?
            Katak itu tuli.
            Rijal, kadang kita perlu menjadi tuli. Kadang kita perlu mengabaikan kalimat-kalimat negatif yang menghampiri kita, bahkan ketika teriakan itu diucapkan oleh diri kita sendiri. Sebagian suara barangkali ada untuk kita dengar, sisanya ada untuk kita abaikan. “
-Annisa Larasaty
            Ekspresi keimanan seorang awam terhadap Tuhan-nya yang telah menulis jalan cerita yang baik bagi siapa saja—selama kita ikuti pedoman-Nya tentu. Diwarnai dengan perenungan, pencarian, dan perjuangan seorang Rijal Rafsanjani yang jatuh cinta setengah mati pada seorang Annisa Larasaty, sementara ia punya satu prinsip untuk menjaga cintanya agar tetap mulia. Tapi itulah cinta, ia kata kerja, bukan kata benda. Ia adalah perbuatan, adalah perjuangan.
             “Kamu ingin tahu bagaimana rasanya seketika lupa cara bicara? Jadilah aku, lalu temui dirimu. Esok, lusa, atau kapanpun kamu bersedia. Maka kamu akan merasakan getar-getar itu : gempa bumi pribadi yang membuat jiwamu seolah luluh tanpa daya”

            Bumi lantas berhenti. Angin berhembus lebih pelan. Hatiku, untuk kesekian kalinya tertawan.

            Duhai cinta, sadarkah kau? Hadirmu telah mengundang mendung di langit hati, yang kemudian turun menjadi hujan cinta

            Mencintai itu, bukan cuma soal rasa suka atau ketertarikan. Bukan Cuma soal kekaguman. Lebih dari itu, mencintai itu sebuah keputusan. Keputusan besar.

            Apapun yang terjadi nanti, aku serahkan padaMu ya Allah. Aku lemah dan Engkau Maha Kuat. Aku bodoh dan Engkau Maha Tahu. Aku buta dan Engkau Maha Melihat. Dan Engkau Maha Pemberi petunjuk, maka tunjukkanlah mana yang baik bagiku.

            Hari ini, entah bagaimana caranya aku merasa kita begitu dimanja takdir. Kita berjumpa, saling jatuh cinta, terpisah, untuk kemudian dipertemukan kembali dalam momen yang sama sekali tak kita duga. Dalam situasi yang sama sekali tidak kita terka.

            Kini semua tlah usai, jarak telah luruh. Rindu telah kita sulap jadi temu. Tuhan Maha Romantis. Ia tuliskan kisah fantastis. Menyatukan gambar kita dalam bingkai yang apa adanya.

            Jatuh cinta kepada lawan jenis adalah fitrah. Sangat wajar. Dapatlah kita katakan setiap orang itu jatuh cinta. Ada yang menjadi kuat karenanya, ada yang terperdaya. Siapa mereka yang menjadi kuat? Mereka yang mampu mengelola cintanya. Mereka yang tahu apa yang harus mereka lakukan terhadap energi berlebih pada dirinya yang hadir karena cinta itu. Siapa mereka yang terperdaya? Mereka yang membutakan pandangannya dan lupa pada Yang Menciptakan cinta. Bagaimana mengelola cinta? Rasul juga ajarkan ini. Bagi yang sudah mampu, terutama secara fisik dan mental, juga barangkali materi untuk menafkahi, ada institusi untuk mengelola cinta bernama pernikahan. “Tidak ada yang lebih layak, sabda Rasulullah, bagi dua orang yang saling mencintai kecuali pernikahan”. Kalau kamu siap, kamu bisa saja lamar dia, kemudian menikah dengannya. Harun Al-Rasyid, menikah di umur lima belas tahun. Umur dua puluh dia sudah jadi khalifah. Umur tak selalu menunjukkan kematangan seseorang, usia boleh muda tapi secara mental kita harus dewasa. Jika sekiranya masih belum siap, kamu bisa lakukan alternatif yang diajarkan Rasul, berpuasa saja sebab itu bisa menjaga pandangan kita. Islam tegas kan?

            Allah punya jalan cinta untuk semua manusia, yang sering kali kita abaikan hanya karena kita melihat jalan yang lebih landai, padahal ia menjerumuskan. Allah punya jalan cinta untuk orang-orang yang berpasrah, mereka yang percaya bahwa hanya ajaranNya lah software terbaik bagi hardware bernama manusia. Tak ada jalan yang lebih indah dan berkah selain jalanNya. Sayang, sebagian besar kita (mem)buta(kan diri) sehingga tak melihat jalan itu. Atau melihat, tapi terlalu angkuh untuk menapakinya

Resensor by LS

2 komentar:

Pembaca yang cerdas adalah pembaca yang kritis.
Silahkan komen ya demi kemajuan blog ini...

 

Blogger news

Blogroll

About