"Sekali lagi aku katakan, biarkan waktu yang buktikan hasil dari peperangan kami melawan wabah penyakit yang menggerogoti negeri ini. Beginilah cara kami, Inilah kami, yang melakukan perjuangan di jalan dakwah ini"
Sejalan dengan usia
yang digenggam oleh sang waktu, ternyata tak membuat ranah ini semakin dewasa.
Tak terelakkan lagi, dinding moral bangsa ini sudah mulai retak dihantam oleh
arus globalisasi yang datang silih berganti. Ibu pertiwi kian merintih, derita
sakit yang terus menggerogoti pembuluh nadi bangsa ini, yaitu kami para generasi muda. Kini
agama menjadi kisah sejarah belaka, tanpa penerus dari generasi muda. Nilai
sosial yang dulu dijunjung tinggi karena berhasil membuat kita lepas dari
sangkar maut penjajah, kini menjadi puing yang terlupa, mereka hanya datang
saat butuh namun lupa kala jaya. Nilai moral sudah di obrak-abrik! rasa malu
hanya cerita, umbar syahwat yang utama. Keadilan tampak samar tertutup panggung
sandiwara para kaum borjuis negeri ini. Etika tinggal kata tanpa terlaksana,
dimana mereka berlaku tanpa peduli sekitarnya.
Itulah keadaan
negeri ini sekarang. Dimana musik dapat meredam suara lantang muadzin yang
memanggil orang untuk menunaikan kewajibannya. Disini pula dimana para petinggi
negeri terbenam dalam pemikiran liberal hingga menunjukkan pernyataan sekuler
yang memojokkan agama. Kutenggak secangkir kopi yang menemaniku merenung
berharap bisa memacu agar aku dapat berfikir lebih jernih untuk membangkitkan
ide-ide baru yang selama ini terpendam. Dimana aku berfikir apa yang harus aku
lakukan. Menjadi penegak hukum? Ah itu masih lama. Berdoa? Kalau tidak ada
usaha, menurutku percuma. Ah! Aku tahu! Akan kutebar nilai religious dan moral
dalam sanubari para pemuda bangsa! Tapi bagaimana? Darimana aku memulai? Belum
sempat kutemukan jawabannya, aku rubuh dibelai lembut lentik jari sang angin,
membawaku jauh ke alam mimpi.
Tatkala aku menatap
sebuah foto para jejaka muda yang tersenyum memegang sebuah spanduk tentang
acara Tafakur Alam yang hiasi layar laptopku. Ya, mereka adalah para aktivis
dakwah sekolah di pesisir ibukota Jakarta ini. Mereka para mujahid yang
berjuang menentang arus pergaulan bebas, menggoda zaman jahiliyyah yang mulai
mewabah, dan menghantam pemikiran-pemikiran sekuler para liberalis yang mulai
menggerogoti para generasi muda. Siapa sangka, ternyata masih banyak generasiku
yang berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnatullah. Dan bahkan mereka ternyata
jauh lebih baik dariku! Akupun berpikir, bahwa sejatinya seseorang diciptakan
untuk mendapatkan ridho Allah SWT, tetapi melalui apa? Tentunya hal tersebut
dapat dilakukan dengan suatu hal yang dapat mendukungnya, salah satunya yaitu
berkumpul dengan orang-orang shaleh. Untuk itu aku bergabung dengan jalan
dakwah ini. Suatu keputusan yang dapat memuluskan langkah untuk menjadi pribadi
yang lebih baik dari sebelumya, juga sebuah alasan yang cukup kuat untuk
mendukung tujuan-tujuan yang mulia. Teringat semua kenangan pada masa SMA,
bahwa ternyata aku juga merupakan salah satu anggota aktivis dakwah sekolah,
yang seharusnya bisa menolong dan menegakkan agama Allah. Dimana para aktivis
dakwah merupakan ujung tombak sebuah pergerakan. Jika ujung tombaknya saja
tumpul maka tujuan dalam sebuah pergerakan tidak akan tercapai.
Semakin ku tersadar
bahwa ternyata jalan dakwah ini merupakan hal sangat penting untuk generasi
muda saat ini. Terutama faktor lingkungan yang pada saat ini semakin buruk.
Sesuai yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa dunia ini berada pada lima
zaman, dimana zaman ini sudah memasuki zaman keempat yaitu zaman dimana Islam
merupakan suatu hal yang tabu. Fitnah-fitnah tentang islam sudah mewabah di
negeri ini. Ketika liberalisme berkuasa, perkataan orang-orang shaleh tidak
lagi dipercaya, menerjemahkan ayat suci seenaknya, dan ketika kepercayaan
terhadap keyakinan sendiri dapat diruntuhkan oleh keyakinan yang lain dan dapat
meruntuhkan aqidah.
Waktu berjalan
terasa cepat, seperti baru kemarin tergabung dalam jalan dakwah. Diriku
dihadapkan dengan tingkatan yang lebih tinggi, pandangan yang lebih luas, serta
sebuah tempat dimana penentuan arah akan pencarian masa depan semakin dekat.
Ya!! Dunia perkuliahan. Inilah mahasiswa!! Dimana menurutku ini merupakan sebuah
langkah awal untuk berkontribusi lebih terhadap bangsa dalam menegakkan
syariat-syariat yang diperintahkan oleh Allah SWT. Sebuah hal yang besar
tentunya dimulai dengan hal yang kecil, tentu pada saat memasuki dunia
perkuliahan setiap insan mempunyai tujuan masing-masing untuk masa depannya.
Namun terkadang ada beberapa hal yang menghambat itu semua, ketika keadaan
memaksa diri untuk tidak lebih baik dari sebelumnya. Ketika duniawi diutamakan
dan akhirat terkadang terlupakan.
Lalu aku mulai
sebuah langkah kecil itu untuk melakukan sebuah perubahan dimana perubahan
tersebut tidak dapat dilakukan secara keseluruhan dan besar-besaran tetapi
dapat dimulai dari hal yang kecil dan melalui beberapa tahapan. Dimana pada
akhirnya aku memutuskan bergabung dengan sebuah Lembaga Dakwah Jurusan yang
bernama MSI Ulul Ilmi (Masyarakat Studi Islam Ulul Ilmi). Pada organisasi
tersebut aku memilih sebuah jalan dengan menjadi staff Pengembangan dan Sumber
Daya Insani (PSDI). Ya! Bagaimana sebuah roda pergerakan dakwah dapat berjalan
ketika pergerakan tersebut tidak memiliki kader dan penerus. Sebuah roda
pergerakan dakwah akan terasa lebih lancar ketika kita mampu mengajak orang
lain untuk mengerti akan pentingnya suatu kontribusi terhadap agama Allah.
Meskipun tak teralakkan lagi bahwasanya dakwah merupakan sebuah tantangan,
ketika sesama aktivis memiliki masalah, ketika birokrasi tidak mendukung, dan
ketika kepedulian terhadap jalan dakwah ini kurang. Namun itu semua bukanlah
suatu alasan bagi kami untuk berhenti menyerukan ajaran yang telah dibawa oleh
Rasul-Nya. Perlu kita ketahui bahwa sejatinya dakwah itu meluangkan waktu,
bukan mencari waktu luang. Mengajak itu wajib, tetapi hanya Allah lah yang Maha
membolak-balikkan hati manusia. Hanya Allah lah yang dapat memberi hidayah
kepada hamba-hamba-Nya.
Akhirnya
pertanyaanku terjawab sudah. Mungkin juga sebagian dari kalian bertanya, kenapa
harus melalui dakwah? Ingatlah kawan, nadi suatu bangsa terletak pada generasi
kita, yang akan berjaya pada era yang kan datang. Sekali lagi aku katakan,
biarkan waktu yang buktikan hasil dari peperangan kami melawan wabah penyakit
yang menggerogoti negeri ini. Beginilah cara kami, Inilah kami, yang melakukan
perjuangan di jalan dakwah ini.
By Achmad Setyo Santoso (Staff PSDI MSI Ulul Ilmi 14/15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang cerdas adalah pembaca yang kritis.
Silahkan komen ya demi kemajuan blog ini...