Pages

Jumat, 02 Januari 2015

Hidup Sekali, Berarti, lalu Mati


 

       Judul Buku           : Hidup Sekali, Berarti, Lalu Mati
Penulis                  : Ahmad Rifa’i Rifan
Penerbit                : PT Elex Media Komputindo
Cetakan ke           : VII, Oktober 2014
Tebal                     : 210 Halaman




©        Hidup Hanya Sekali, lho
     Sejatinya setiap manusia yang terlahir di dunia adalah masterpiece yang tiada duanya. Bukankah kezaliman yang tak terkira jika kita menjadikan maha karya yang istimewa ini hanya numpang lewat dalam sejarah? Berani menjadi manusia berarti juga berani memegang tanggung jawab yang diamanatkan Sang Pencipta. Rasanya sangat setimpal jika makhluk spesial dihargai dengan tugas yang istimewa. Sebuah tugas berharga yakni menjadi khalifah, wakil Tuhan di muka bumi. Kualitas hidup manusia ditentukan dari kesungguhan dalam berikhtiar dan ketulusan dalam doa, tentu semua insan menginginkan kesuksesan baik di dunia maupun akhirat kelak, namun sesungguhnya tidak ada sukses yang diraih dengan gratis. Kita harus siap untuk membayar harga sebuah kesuksesan. Dan semua risiko itulah harganya. Man Jadda Wajada.

©        Untuk Apa Hidup jika Tidak Berarti?
     Tak ada yang akan meragukan jika dikatakan bahwa Rasulullah adalah teladan terbaik, kisah hidup Beliau mampu membuat setiap insan yang mendengarnya menangis terharu dengan segala kesempurnaan akhlaknya, yang mampu membawa maslahat bagi seluruh umat. Kita tentu berharap agar adanya kita lebih diharapkan dari tiadanya kita. Karena apalah arti hidup ini jika adanya kita sama dengan tidak adanya kita. Bahkan betapa sengsaranya jika ketiadaan kita lebih diharapkan oleh masyarakat ketimbang adanya kita. Sebagaimana Rasulullah menasihatkan, bahwa manusia terbaik adalah mereka yang kadar kemanfaatannya dirasakan oleh sebanyak mungkin orang. Begitu pula sebaliknya, sejelek-jelek manusia adalah mereka yang kehadirannya membawa petaka bagi sekitarnya. Kita tentu ingin kehadiran kita di dunia ini dirasakan manfaatnya oleh sekitar. “Ketika di sekelilingmu gelap, curigalah, mungkin engkaulah yang hendak dikirim Tuhan untuk menjadi pelita.”

©        Sudah Siap Menemui Ajal kan?
     Sesungguhnya takut pada kematian adalah kebodohan akal. Bukankah kita sudah tahu bahwa ajal akan menghampiri seluruh makhluk yang bernyawa? Lantas untuk apa merisaukannya? Tak ada salahnya sejenak merenung, mengungkit kembali memori akan amal perbuatan kita selama hidup, membandingkan kebaikan dan keburukan yang telah dilakukan, sebelum kelak Tuhan yang akan membandingkannya di Yaumul Mizan. Ketika kita sadar bahwa dunia adalah ajang sandiwara, maka mari berperan sebaik mungkin, mematuhi skenario Allah yang tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul, serta berakting sesuai dengan petunjuk dari Sang Sutradara kehidupan. Tak ada yang tahu kapan Izrail akan datang menjemput roh yang selama ini bersatu dalam raga. Satu-satunya cara untuk meraih akhir hidup yang indah adalah dengan mengisi keseluruhan usia dengan amalan kebaikan, jangan ada satu detik pun yang terisi kenistaan. Betapa menyesalnya bila kita tengah mengisi waktu dengan maksiat, di saat itulah usia kita harus telah tamat.

Resensor by Laila Sofiyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang cerdas adalah pembaca yang kritis.
Silahkan komen ya demi kemajuan blog ini...

 

Blogger news

Blogroll

About