Judul Buku : Hidup Sekali, Berarti, Lalu Mati
Penulis : Ahmad Rifa’i RifanPenerbit : PT Elex Media Komputindo
Cetakan ke : VII, Oktober 2014
Tebal : 210 Halaman
©
Hidup
Hanya Sekali, lho
Sejatinya
setiap manusia yang terlahir di dunia adalah masterpiece yang tiada duanya. Bukankah kezaliman yang tak terkira
jika kita menjadikan maha karya yang istimewa ini hanya numpang lewat dalam
sejarah? Berani menjadi manusia berarti juga berani memegang tanggung jawab
yang diamanatkan Sang Pencipta. Rasanya sangat setimpal jika makhluk spesial
dihargai dengan tugas yang istimewa. Sebuah tugas berharga yakni menjadi
khalifah, wakil Tuhan di muka bumi. Kualitas hidup manusia ditentukan dari kesungguhan
dalam berikhtiar dan ketulusan dalam doa, tentu semua insan menginginkan
kesuksesan baik di dunia maupun akhirat kelak, namun sesungguhnya tidak ada
sukses yang diraih dengan gratis. Kita harus siap untuk membayar harga sebuah
kesuksesan. Dan semua risiko itulah harganya. Man Jadda Wajada.
©
Untuk
Apa Hidup jika Tidak Berarti?
Tak ada yang akan
meragukan jika dikatakan bahwa Rasulullah adalah teladan terbaik, kisah hidup
Beliau mampu membuat setiap insan yang mendengarnya menangis terharu dengan
segala kesempurnaan akhlaknya, yang mampu membawa maslahat bagi seluruh umat. Kita
tentu berharap agar adanya kita lebih diharapkan dari tiadanya kita. Karena
apalah arti hidup ini jika adanya kita sama dengan tidak adanya kita. Bahkan
betapa sengsaranya jika ketiadaan kita lebih diharapkan oleh masyarakat
ketimbang adanya kita. Sebagaimana Rasulullah menasihatkan, bahwa manusia
terbaik adalah mereka yang kadar kemanfaatannya dirasakan oleh sebanyak mungkin
orang. Begitu pula sebaliknya, sejelek-jelek manusia adalah mereka yang kehadirannya
membawa petaka bagi sekitarnya. Kita tentu ingin kehadiran kita di dunia ini
dirasakan manfaatnya oleh sekitar. “Ketika di sekelilingmu gelap, curigalah,
mungkin engkaulah yang hendak dikirim Tuhan untuk menjadi pelita.”
©
Sudah
Siap Menemui Ajal kan?
Sesungguhnya
takut pada kematian adalah kebodohan akal. Bukankah kita sudah tahu bahwa ajal
akan menghampiri seluruh makhluk yang bernyawa? Lantas untuk apa merisaukannya?
Tak ada salahnya sejenak merenung, mengungkit kembali memori akan amal
perbuatan kita selama hidup, membandingkan kebaikan dan keburukan yang telah
dilakukan, sebelum kelak Tuhan yang akan membandingkannya di Yaumul Mizan.
Ketika kita sadar bahwa dunia adalah ajang sandiwara, maka mari berperan sebaik
mungkin, mematuhi skenario Allah yang tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah
Rasul, serta berakting sesuai dengan petunjuk dari Sang Sutradara kehidupan.
Tak ada yang tahu kapan Izrail akan datang menjemput roh yang selama ini
bersatu dalam raga. Satu-satunya cara untuk meraih akhir hidup yang indah
adalah dengan mengisi keseluruhan usia dengan amalan kebaikan, jangan ada satu
detik pun yang terisi kenistaan. Betapa menyesalnya bila kita tengah mengisi
waktu dengan maksiat, di saat itulah usia kita harus telah tamat.
Resensor by Laila Sofiyana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang cerdas adalah pembaca yang kritis.
Silahkan komen ya demi kemajuan blog ini...