Pages

Sabtu, 09 Mei 2015

Indahnya Berprasangka Baik




Masih teringat jelas saat itu ketika hendak tidur bapak menceritakan kisah salah satu raja yang berasal dari Kerajaan Kadipiro. Raja Rofi namanya. Raja tersebut memiliki kekayaan yang sungguhlah luar biasa. Hampir tak bisa terhitung. Luas kerajaannya saja hampir sama dengan 10 kali lapangan sepak bola. Karena begitu kayanya, setiap perabotan yang ada di kamar raja tersebut berlapiskan emas. Kehidupan sehari-hari Raja Rofi sungguhlah tentram. Jika butuh sesuatu, ia tinggal memanggil suruhannya. Semua pasti dituruti.
Raja Rofi memiliki sahabat karib bernama Zain. Mereka telah berteman sejak kecil. Zain sudah dianggap sebagai adik sendiri. Namun, hal yang aneh dari Zain ini adalah mempunyai kebiasaan untuk mengucapkan, “Ini adalah sesuatu yang baik” atas semua peristiwa yang terjadi : baik maupun buruk.
 Suatu hari Zain mengajak Raja Rofi untuk pergi berburu ke hutan. Memang selama ini Raja Rofi memiliki hobi berburu di hutan. Karena seringnya berburu, ia terkenal sebagai penembak yang jitu. Hampir semua binatang yang ia bidik pasti tepat sasaran. Hal itulah yang membuat Raja Rofi menerima dengan senang hati ajakan sahabat karibnya.
Kali ini mereka ingin berburu ular sanca yang selama ini selalu meresahkan masyarakat kerajaan. Seperti biasa, sahabatnya menyiapkan senjata dan mengisi amunisinya. Ternyata sahabatnya melakukan kesalahan dalam menyiapkan amunisi sehingga sang raja secara tidak sengaja menembak ibu jarinya sendiri. Ia mengira senjata tersebut tidak berpeluru. Ibu jarinya pun terluka parah.
Melihat keadaan raja, mereka memutuskan pulang. Sahabatnya pun segera memanggil tabib untuk mengobati luka raja.
Tabib berkata,
”Maaf paduka raja, luka ibu jari raja sungguhlah parah. Harus segera diamputasi apabila tidak, sakitnya akan menjalar ke seluruh tubuh.”
Mendengar perkataan tabib tersebut, raja pun sontak kaget.
“Apa! Semua ini terjadi karena kamu, Zain!” raja menjadi marah.
Zain pun berkata,
”Tenang raja, ini adalah sesuatu yang baik.”
“Baik apanya! Kamu bisa lihat sendiri, ibu jariku harus dipotong!” sergah raja.
“Prajurit penjarakan dia!” perintah raja dengan wajah merah padam.
Dengan teganya Raja Rofi memenjarakan sahabatnya yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Zain pun harus rela menghabiskan hidupnya di balik jeruji penjara. Ibunya hanya bisa menangis sambil merengek kepada raja memohon anaknya dibebaskan. Namun, hati raja tak goyah sama sekali. Ia sudah begitu murka akibat kelalaian anaknya.
***
Setahun kemudian, raja pergi berburu lagi. Kali ini ia pergi berburu sendiri. Karena ingin mencoba hal baru, ia memasuki wilayah terlarang yang seharusnya ia jauhi. Ia memasuki wilayah sarang sekelompok kanibal atau pemakan manusia. Karena tak bisa melakukan perlawanan, sekelompok kanibal pun menangkap dan membawa raja ke desa mereka. Mereka mengikat tangan raja, menyiapkan kayu bakar, memancangkan tiang, dan mengikat raja di tiang itu. Raja pun tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya pasrah sambil berdoa,
“Tuhan, tolong selamatkan hambamu ini”.
Ketika hendak menyalakan api, mereka melihat ibu jari raja sudah tidak ada. Karena kepercayaan mereka pada tahayul, dimana mereka tidak boleh memakan seseorang yang bagian tubuhnya tidak utuh. Akhirnya mereka pun melepaskan ikatan raja dan membiarkannya melenggang bebas.
Sesampainya di kerajaan, raja teringat pada kejadian yang membuat ibu jarinya hilang. Betul sekali, sahabat karibnya. Ia merasa menyesal atas perlakuannya terhadap sahabatnya. Lalu ia bergegas ke penjara menemui sahabatnya.
“Maafkan aku wahai sahabatku, engkau benar” katanya.
“Ibu jariku tertembak adalah sesuatu yang baik”.
  Raja kemudian membebaskannya dan menceritakan semua kejadian yang belum lama ini dialaminya.
“Aku menyesal sekali telah memenjarakanmu begitu lama. Ibumu telah meminta-minta setiap hari tapi tak pernah kugubris. Sungguh perbuatanku sangatlah keji,” kata raja penuh penyesalan.
“Tidak,” kata Zain.
“Itu adalah sesuatu yang baik!”
“Apa maksudmu?
Bagamana mungkin itu sesuatu yang baik sedangkan aku memenjarakan sahabat karibku yang sudah ku anggap sebagai adik sendiri selama ini?” kata raja keheranan.
“Kalau aku tidak engkau penjara, aku pasti saat itu akan bersamamu. Dan dimakan oleh pemangsa manusia seperti yang engkau ceritakan! Jadi raja, kita sebagai hamba-Nya sudah sepatutnya selalu bersyukur dalam keadaan apapun, baik senang maupun sedih” kata temannya menjelaskan.
*Disarikan berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang cerdas adalah pembaca yang kritis.
Silahkan komen ya demi kemajuan blog ini...

 

Blogger news

Blogroll

About