Masih teringat jelas saat itu
ketika hendak tidur bapak menceritakan kisah salah satu raja yang berasal dari
Kerajaan Kadipiro. Raja Rofi namanya. Raja tersebut memiliki kekayaan yang
sungguhlah luar biasa. Hampir tak bisa terhitung. Luas kerajaannya saja hampir sama
dengan 10 kali lapangan sepak bola. Karena begitu kayanya, setiap perabotan
yang ada di kamar raja tersebut berlapiskan emas. Kehidupan sehari-hari Raja
Rofi sungguhlah tentram. Jika butuh sesuatu, ia tinggal memanggil suruhannya.
Semua pasti dituruti.
Raja Rofi memiliki sahabat karib
bernama Zain. Mereka telah berteman sejak kecil. Zain sudah dianggap sebagai
adik sendiri. Namun, hal yang aneh dari Zain ini adalah mempunyai kebiasaan
untuk mengucapkan, “Ini adalah sesuatu yang baik” atas semua peristiwa yang
terjadi : baik maupun buruk.
Suatu hari Zain mengajak Raja Rofi untuk pergi
berburu ke hutan. Memang selama ini Raja Rofi memiliki hobi berburu di hutan.
Karena seringnya berburu, ia terkenal sebagai penembak yang jitu. Hampir semua
binatang yang ia bidik pasti tepat sasaran. Hal itulah yang membuat Raja Rofi
menerima dengan senang hati ajakan sahabat karibnya.
Kali ini mereka ingin berburu
ular sanca yang selama ini selalu meresahkan masyarakat kerajaan. Seperti biasa,
sahabatnya menyiapkan senjata dan mengisi amunisinya. Ternyata sahabatnya
melakukan kesalahan dalam menyiapkan amunisi sehingga sang raja secara tidak
sengaja menembak ibu jarinya sendiri. Ia mengira senjata tersebut tidak
berpeluru. Ibu jarinya pun terluka parah.
Melihat keadaan raja, mereka
memutuskan pulang. Sahabatnya pun segera memanggil tabib untuk mengobati luka
raja.
Tabib berkata,
”Maaf paduka raja, luka ibu jari
raja sungguhlah parah. Harus segera diamputasi apabila tidak, sakitnya akan
menjalar ke seluruh tubuh.”
Mendengar perkataan tabib tersebut,
raja pun sontak kaget.
“Apa! Semua ini terjadi karena
kamu, Zain!” raja menjadi marah.
Zain pun berkata,
”Tenang raja, ini adalah sesuatu
yang baik.”
“Baik apanya! Kamu bisa lihat
sendiri, ibu jariku harus dipotong!” sergah raja.
“Prajurit penjarakan dia!”
perintah raja dengan wajah merah padam.
Dengan teganya Raja Rofi
memenjarakan sahabatnya yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Zain pun
harus rela menghabiskan hidupnya di balik jeruji penjara. Ibunya hanya bisa
menangis sambil merengek kepada raja memohon anaknya dibebaskan. Namun, hati
raja tak goyah sama sekali. Ia sudah begitu murka akibat kelalaian anaknya.
***
Setahun kemudian, raja pergi
berburu lagi. Kali ini ia pergi berburu sendiri. Karena ingin mencoba hal baru,
ia memasuki wilayah terlarang yang seharusnya ia jauhi. Ia memasuki wilayah
sarang sekelompok kanibal atau pemakan manusia. Karena tak bisa melakukan
perlawanan, sekelompok kanibal pun menangkap dan membawa raja ke desa mereka. Mereka
mengikat tangan raja, menyiapkan kayu bakar, memancangkan tiang, dan mengikat
raja di tiang itu. Raja pun tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya pasrah sambil
berdoa,
“Tuhan, tolong selamatkan hambamu
ini”.
Ketika hendak menyalakan api,
mereka melihat ibu jari raja sudah tidak ada. Karena kepercayaan mereka pada
tahayul, dimana mereka tidak boleh memakan seseorang yang bagian tubuhnya tidak
utuh. Akhirnya mereka pun melepaskan ikatan raja dan membiarkannya melenggang
bebas.
Sesampainya di kerajaan, raja
teringat pada kejadian yang membuat ibu jarinya hilang. Betul sekali, sahabat
karibnya. Ia merasa menyesal atas perlakuannya terhadap sahabatnya. Lalu ia
bergegas ke penjara menemui sahabatnya.
“Maafkan aku wahai sahabatku, engkau
benar” katanya.
“Ibu jariku tertembak adalah
sesuatu yang baik”.
Raja
kemudian membebaskannya dan menceritakan semua kejadian yang belum lama ini
dialaminya.
“Aku menyesal sekali telah
memenjarakanmu begitu lama. Ibumu telah meminta-minta setiap hari tapi tak pernah
kugubris. Sungguh perbuatanku sangatlah keji,” kata raja penuh penyesalan.
“Tidak,” kata Zain.
“Itu adalah sesuatu yang baik!”
“Apa maksudmu?
Bagamana mungkin itu sesuatu
yang baik sedangkan aku memenjarakan sahabat karibku yang sudah ku anggap
sebagai adik sendiri selama ini?” kata raja keheranan.
“Kalau aku tidak engkau penjara,
aku pasti saat itu akan bersamamu. Dan dimakan oleh pemangsa manusia seperti
yang engkau ceritakan! Jadi raja, kita sebagai hamba-Nya sudah sepatutnya selalu
bersyukur dalam keadaan apapun, baik senang maupun sedih” kata temannya
menjelaskan.
*Disarikan berbagai sumber
*Disarikan berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang cerdas adalah pembaca yang kritis.
Silahkan komen ya demi kemajuan blog ini...